Selasa, 18 Desember 2012

MANFAAT KEMBANG SEPATU

Manfaat Kembang Sepatu
Kembang sepatu atau dalam bahasa latinnya Hibiscus rosa-sinensis, tidak hanya indah sebagai penghias taman, tapi juga punya banyak manfaat bagi kesehatan.
Orang Jawa menyebutnya dengan nama wora-wari, sedangkan orang Bali menyebutnya waribang. Dalam artikel berbahasa Inggris, tanaman ini juga disebut Chinese Hibiscus atau shoe flower.
Asal tanaman itu sendiri tidak jelas, namun diduga berasal dari kawasan Asia Timur, dan termasuk kelompok tumbuhan tropik dan sub tropik. Tinggi pohon bisa mencapai 4 meter, tegak dan banyak cabang, sehingga cocok dipakai sebagai tanaman pagar. Daunnya berwarna hijau gelap, dengan bagian permukaan yang mengkilat dan tepi daun yang bergerigi.  Bunganya mempunyai diameter kurang lebih 10 cm dengan warna mahkota bunga yang berwarna warni, yaitu merah, putih dan oranye.
Nilai bunga dan tanaman kembang sepatu semakin tinggi karena sejak lama secara turun temurun digunakan di berbagai belahan dunia untuk tujuan kesehatan, terutama dalam praktik pengobatan China dan Ayurveda dari India.
Senyawa berkhasiat yang terkandung di dalam tanaman kembang sepatu antara lain senyawa golongan sterol, seperti stigmasterol, kampesterol dan beta sitosterol. Juga ada asam tartrat, asam sitrat dan asam oksalat, flavonoid dan glikosida flavonoid.
Berikut ini beberapa manfaat kembang sepatu ::
1.  Kosmetik
Orang India, China dan Semenanjung Melayu memanfaatkan kembang ini untuk menumbuhkan rambut dan perawatan kesehatan kulit kepala. Selain itu mereka juga percaya, bunga dan daun kembang sepatu dapat membantu menghitamkan rambut.  Oleh karena itu, cocok dipakai sebagai maskara dan pengganti pensil alis. Cara pembuatannya adalah daun dan bunga sepatu, ditumbuk kasar, lalu diremas-remas dengan penambahan air sedikit demi sedikit.
Hasilnya adalah pasta kental yang dapat langsung digunakan sebagai shampo dan conditioner, serta untuk membersihkan rambut dan kulit kepala. Karena khasiat itu, maka orang India mencampurkan bunga sepatu ke dalam minyak kelapa yang kemudian dididihkan.
Selanjutnya campuran itu dipakai untuk menstimulasi pertumbuhan rambut, mengatasi kerontokan rambut dan mencegah atau mengobati ketombe, yaitu dengan cara dioleskan pada rambut dan kulit kepala. Khusus untuk anti ketombe, ada yang menganjurkan untuk memakai sebanyak 15 bunga dalam secangkir minyak kelapa. Bagi yang tidak begitu suka bau minyak kelapa, dapat diganti minyak lain, seperti minyak zaitun.
Karena khasiatnya itulah, maka secara tradisional masyarakat India menggunakan daun dan bunga sepatu sebagai shampo yang bersifat ringan bagi bayi.  Dalam hal ini, sebaiknya digunakan cairan yang tidak terlalu kental.
2.  Kesehatan Reproduksi
Barangkali kita sulit mempercayai, daun, akar dan bunga tanaman kembang sepatu sudah digunakan untuk mengatasi berbagai gangguan proses menstruasi.  Pemakaian untuk tujuan ini tidak saja dilakukan oleh masyarakat di India, tapi juga masyarakat yang bermukim di benua lain.
Rebusan daun dan bunga dari kembang sepatu, secara turun temurun dikenal berkhasiat untuk menjaga kelancaran atau keteraturan siklus haid, mengendalikan pengeluaran darah secara berlebihan dan mengobati berbagai gangguan yang berhubungan dengan siklus haid.   Bunga sepatu juga dapat bermanfaat sebagai alat kontrasepsi.

3.  Penyembuh Luka

Daun dan bunga sepatu mempunyai khasiat antiseptik. Oleh karena itu dapat digunakan untuk membantu mempercepat proses penyembuhan luka. Cukup dengan cara sederhana saja, yaitu dengan menumbuk daun dan bunga yang sudah dicuci bersih menjadi semacam tapel dan langsung ditempelkan pada daerah yang terluka.  Khasiat itu pun sudah didukung dengan hasil penelitian ilmiah yang menggunakan ekstrak bunga sepatu untuk penyembuhan luka buatan, pada hewan percobaan.  Hasilnya sungguh menggembirakan dan menunjukkan prospek yang baik.
4.  Atasi Flu
Bagi yang ingin bebas dari gangguan penyakit pada saluran napas, cobalah minum rebusan bunga, daun atau akar kembang sepatu. Rebusan itu terbukti bisa mengatasi gangguan napas pada keadaan flu, misalnya batuk, juga gangguan asma dan bronchitis.  Cara lain yang sering dilakukan, juga untuk tujuan mengatasi gangguan pernapasan adalah menghirup uap rebusan bunga atau menggunakannya untuk berendam.


Detil info baca disini: http://www.gayabunda.com/kesehatan/manfaat-kembang-sepatu.html

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gg Asma


A.    PENGKAJIAN
1)      RIWAYAT KESEHATAN
a.       Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronchial adalah dispnea, (bisa sampai berhari –hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi( pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal)
b.      Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas.
c.       Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronchial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
B.     GENOGRAM
C.     PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisaan, kelemahan, suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan, yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
·         Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usahadan frekuensi pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimestrisan, adanyapeningkatan diameter antriorposterior, sifat dan irama penafasan , dan frekuesi pernafasan.
·         Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi.(mengembang)
·         Perkusi
Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfragma menjadi datar dan rendah.
·         Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat di sertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
·    Perawat perlu memonitor dampak asma, meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dll.
·   Pada saat inspeksi tingkat kesadaran juga harusnya di kaji, apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
·     Pengukuran output urine perlu karena berkaitan dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
·       Perlu juga di kaji bentuk, tugor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal tersebut juga merangsang serangan asma
 (mutaqin,2008)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Jalan nafas pasien dapt kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a.    Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b.    Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
            c.     Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
           d.    Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e.    Berikan air hangat.
                   Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f.     Kolaborasi obat sesuai indikasi.
                   Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
                   Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam Pola nafas pasien dapat kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkanpernafasan
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
-Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.(dlm beraktivitas)
Tujuan :
Selama tindakan keperawatan 5 x 24 jam Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
       Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
       Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3.    Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
     Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4.  Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
       Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
       Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.